Artikel ini adalah bagian dari makalah yang saya buat untuk tugas akhir kelas Music Business di semester 5 Program Extension Sjuman School of Music.
Sejalan dengan kemajuan jaman dan teknologi, kini semakin terbuka banyak jalan bagi musisi yang ingin bergerak di jalur musik non-mainstream atau independen. Dalam satu dekade terakhir, gerakan independensi musisi terhadap cengkeraman label musik besar semakin meningkat pesat; daripada harus mengemis-ngemis dan menjadi sapi perah label, para musisi memilih untuk memproduksi karyanya sendiri dan mengedarkannya melalui jalur independen.
Teknologi rekaman dan produksi semakin mudah diakses dengan biaya yang jauh lebih murah. Musisi juga dapat dengan mudah menjangkau pangsa pasar/penggemarnya melalui Youtube, Soundcloud, website, maupun media sosial. Event, venue, maupun komunitas yang bisa menjadi tempat musisi bertemu dengan penggemarnya juga semakin banyak bermunculan dan tersebar luas hingga ke kota-kota kecil.
Tidak saja dalam hal produksi dan pemasaran karya, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi di abad pasca milenium ini juga telah memberi alternatif baru bagi pendanaan karya musisi. Sistem pendanaan alternatif yang berkembang pesat selama beberapa tahun terakhir ini disebut crowdfunding.
Crowdfunding adalah sebuah gagasan yang memungkinkan bagi artis—baik artis musik, seni, maupun karya-karya kreatif dan inovatif lainnya—untuk menggalang dana dari penggemar maupun khalayak umum. Biasanya crowdfunding mengambil platform website dimana seorang artis dapat mempromosikan proyek yang akan dikerjakannya dan meminta bantuan dana dari khalayak.
Biasanya, untuk sebuah proyek, si artis akan menawarkan berbagai bentuk kompensasi bagi para penyumbang dana: dari pernak-pernik merchandise, paket album komplit, video behind the scene pembuatan proyek, hingga undangan untuk menghadiri workshop, rekaman, private concert maupun meet and greet, tergantung dari jumlah dana yang disumbangkan.
Menurut beberapa sumber disebutkan bahwa crowdfunding bagi artis kreatif ini dipelopori oleh ArtistShare di tahun 2003. Dari sekian banyak proyek yang berhasil didanai dan diwujudkan melalui platform ini, ArtistShare berhasil menunjukkan kesuksesannya ketika album Maria Schneider, “Concert in the Garden,” berhasil memenangkan Grammy Award pada tahun 2005 untuk kategori Best Large Ensemble Jazz Album. Album yang sepenuhnya dibiayai oleh penggemar/pendukung Maria Schneider itu merupakan proyek pertama ArtistShare yang memenangkan Grammy, yang bahkan sama sekali tidak dijual di toko-toko rekaman musik retail.
Setelah itu masih ada 9 proyek ArtistShare yang memenangkan Grammy (termasuk 2 karya lain dari Maria Schneider dan 2 komposisi dari Billy Childs), serta 18 proyek lainnya yang berhasil memasuki nominasi Grammy. Tidak sedikit musisi jazz dunia yang bergabung dengan ArtistShare. Di antaranya adalah Bob Brookmeyer, Chris Potter, Julian Lage, Donny McCaslin, dan Kevin Hays, serta masih banyak lagi musisi jazz dunia yang terlibat dalam proyek-proyek yang dimungkinkan dengan dukungan ArtistShare.
Semenjak ArtistShare didirikan, muncul sejumlah website yang menawarkan platform crowdfunding serupa bagi artis musik seperti: Sellaband (2006), SliceThePie (2007), IndieGoGo (2008), Spot.Us (2008), Pledge Music (2009), dan Kickstarter (2009). Saat ini telah begitu banyak artis musik independen dari seluruh penjuru dunia yang mengandalkan sistem ini untuk mendanai proyek-proyek album mereka, dan tidak sedikit yang berhasil mendapat dukungan penggemar dalam jumlah besar dan sukses dalam mewujudkan proyek-proyek musiknya.
Tidak hanya untuk karya-karya kreatif, kini platform crowdfunding telah sangat populer dan bermunculan untuk membiayai berbagai minat dan kepentingan lainnya: dari pengumpulan dana untuk musibah atau tujuan tertentu, untuk mendukung organisasi atau lembaga swadaya masyarakat, hingga sistem crowdfunding yang memungkinkan orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya untuk mendapat keuntungan bisnis seperti layaknya investasi atau menanam saham.
Di Indonesia juga ternyata sudah ada website crowdfunding yang bernama Wujudkan. Meski usianya relatif baru namun melalui platform ini sudah ada sejumlah proyek yang berhasil direalisasikan. Salah satunya adalah film “Atambua 39 Celsius” karya Mira Lesmana dan Riri Riza yang berhasil menghimpun dana hingga lebih dari 300 juta!
Kini semua orang bisa membuat karya, dan semua orang bisa terlibat dalam proses perwujudan karya tersebut. Seniman sudah tidak perlu lagi bergantung hanya pada sekelompok elit pemilik modal maupun perusahaan besar. Khalayak penikmat seni juga semakin cerdas dan berwawasan, dengan selera dan preferensi yang beraneka ragam. Sekarang tinggal bagaimana kita bisa mengajukan ide terbaik dan meyakinkan khalayak untuk membantu merealisasikan karya seni berikutnya. So, are you ready?
***
Untuk informasi lebih lanjut maupun insight yang inspiratif tentang crowdfunding, berikut ini beberapa artikel, website, dan link Youtube yang bisa dikunjungi:
“Amanda Palmer: The Art of Asking (TED Talk).” Youtube video, 2013. http://www.youtube.com/watch?v=6m1qnBBylIE
ArtistShare. www.artistshare.com
“How Maria Schneider Reinvented the Classical Sound” by Zachary Woolfe, New York Times, 2013. http://www.nytimes.com/2013/04/14/magazine/how-maria-schneider-reinvented-the-classical-sound.html?_r=1&
Kickstarter. www.kickstarter.com
“Top 10 Crowdfunding Sites for Fundraising” by Chance Barnett, Forbes, 2013. http://www.forbes.com/sites/chancebarnett/2013/05/08/top-10-crowdfunding-sites-for-fundraising/
Wikipedia untuk semua topik yang berkaitan.
Wujudkan. http://wujudkan.com